Keuntungan tinggal di Jogja adalah bisa menikmati kesenian dan kebudayaan secara langsung. Bagi mahasiswa seni atau pelaku seni pasti sudah tidak asing dengan brosur pementasan atau workshop seni. Pemerintah juga mendukung dengan adanya Dana Istimewa. Pementasan-pementasan di Jogja bisa mendapatkan dana sokongan tersebut dengan membuat proposal dan mengirimkannya ke Dinas. Sejauh yang aku temui ada beberapa pementasan teater di Taman Budaya Yogyakarta yang didanai oleh Dana Istimewa ini.
Salah satu bentuk pengembangan dan dukungan untuk kesenian daerah di Jogja adalah adanya Desa Budaya. Tentu dengan bantuan Dana Istimewa dapat meningkatkan sarana dan prasarana desa budaya untuk terus bekembang. Pemerintah tidak hanya memberikan dana, namun juga memberikan fasilitas berupa wadah untuk berkarya bagi pelaku seni di desa budaya. Salah satunya adalah Selasa Wagen yang diselenggarakan di Monumen Serangan Oemoem atau lebih gampangnya di titik 0 KM.
Kebetulan desaku adalah Desa Budaya. Secara otomatis sebagai Desa Budaya wajib untuk mengikuti kegiatan yang diselenggarakan Dinas, salah satunya Selasa Wagen. Pada tahun ini, Desa Budaya Srimulyo mengangkat kesenian jathilan. Mungkin sudah tidak asing bagi pembaca dengan kesenian jathilan. Di Pulau Jawa sendiri sudah memiliki banyak model kesenian jathilan yang memiliki ciri khas masing-masing. Pengemasan tampilan jathilan ini akan dilakukan oleh Gandhewa Kencana dan segenap Tim Desa Budaya Srimulyo Bantul.
Proses latihan dilakukan selama hampir satu bulan di Pendopo Baru Desa Srimulyo. Penari dalam pementasan ini sejumlah 20 dengan 6 penari Warok, 6 penari Gandhewa sekaligus Umbul-umbul, dan 8 penari jathil. Pementasan ini dilakukan dengan iringan musik langsung dengan jumlah penabuh dan sinden 10 orang. Pelaku seni yang turut berpartisipasi adalah warga Desa Srimulyo dari berbagai umur dan latar belakang.
Aku berpartisipasi sebagai salah satu penari di Tim Jathil. Ini adalah pengalaman pertama ku dengan menari Jathilan. Gerakan penari jathil banyak menggunakan lampah telu, trecet, dan gerakan pengembangan dari koreografer. Proses kali ini banyak ilmu yang aku dapatkan. Karena yang kami bawakan adalah kesenian rakyat jadi nafas dan penjiwaan cukup berbeda dari tari biasanya. Ada salah satu masukan yang menurutku cukup mengena dan menjadi tersadar tentang definisi kesenian rakyat.
Kesenian rakyat pada dasarnya cermin dari perilaku masyarakat yang kompak dan mengutamakan kebersamaan
Tentu ini menjadi motivasi kami untuk menampilkan kesenian rakyat dengan semangat kebersamaan. Setelah mendapatkan masukan tersebut, kami berlatih lagi dan memperbaiki masukan-masukan lain yang diberikan. Hingga pada akhirnya tibalah di hari H.
Kami mendapatkan urutan tampil terakhir, sehingga persiapan yang kami lakukan siang hari dan berangkat menuju lokasi sekitar pukul setengah lima sore. Banyak rombongan dari desa budaya lain yang sudah tampil. Karena acara sudah di mulai sejak sore. Sekitar jam setengah delapan malam tibalah giliran kami untuk tampil. Nervous ? deg deg an ? takut salah gerakan ? tentu. Menurutku itu hal yang wajar dan dengan perasaan tersebut membuktikan bahwa kita ingin menampilkan karya yang sesuai dengan ekspektasi kita. Setelah tampil dilanjutkan dengan flashmob yang dibuat oleh penampil terakhir. Oleh sebab itu, kami juga membuat flashmob yang mudah diikuti oleh seluruh penonton. Penampilan kami berjalan dengan lancar dan suasana flashmob juga sangat meriah. Akhirnya sekitar jam sembilan kami pulang.